Wish World (Chapter 2) ; Jawaban
Beberapa pelajaran berlalu secara lebih cepat daripada biasanya menurut Jun, karena ia tidak bisa berhenti memikirkan apa yang terjadi tadi pagi. Ia sangat senang. Karena, mungkin ia sudah memiliki kekuatan teleportasi yang selama ini ia idam-idamkan. Ia tidak begitu yakin, tapi itu tadi bukan mimpi seperti tadi malam. Semuanya akan jelas ketika aku sudah membicarakan dengan Cici nanti, pikir Jun.
Bel yang dinanti-nantikan Jun pun sudah berbunyi. Dengan tidak sabar ia segera keluar kelas, melewati koridor yang mulai sesak karena semua murid juga hendak istirahat, dan karena kantin masih sepi ia membeli dua roti dengan cepat. Sampailah ia di taman sekolah. Ia mencari bangku yang kosong. Ketika mencari, ia justru bertemu dengan Cici yang sudah duduk di salah satu bangku. Ia-pun menghampirinya.
“Ini Ci, tadi mumpung kantin masih sepi.” Kata Jun sembari mengulurkan salah satu roti.
“Terima kasih, kau mengajakku kesini untuk membahas yang tadi pagi kan?” Tanya Cici sembari menerima roti dan membuka bungkusnya.
“Tentu saja, jadi bisa kau ceritakan apa yang terjadi?” Jun sudah duduk di samping Cici.
“Baiklah. Pagi ini bermula seperti biasa, aku bangun tepat jam 5 seperti biasa. Melakukan kegiatan di pagi hari seperti biasa. Makan masakan ibu, enak sih, tapi itu seperti biasa juga. Ketika aku berangkat, aku bingung akan sesuatu.”
“Bingung? Akan apa?” Jun melipat bungkus rotinya, karena sambil mendengarkan cerita Cici ia menghabiskan rotinya.
“Aku bingung memilih jalan, lebih baik aku lewat jalan biasanya, atau lewat jalan yang melalui jalan yang akan kau lalui.” Wajah Cici agak bersemu merah, malu.
“Eh? Kenapa?” Jun tampak tidak mengerti.
“Ya, karena kupikir akan lebih seru jika kita berangkat ke sekolah bersama juga. Hehe.”
“Jadi kau pilih jalan yang biasa aku lalui?”
“Tidak, aku memilih jalan biasanya. Karena kupikir kita mungkin juga tidak akan bertemu, dan aku takut juga kalau lewat jalan yang lain aku akan terlambat.”
“Lalu bagaimana kau bisa di tempat itu tadi?”
“Aku juga tidak tau, sih. Aku berangkat melalui jalan biasanya, dan ketika sudah lumayan dekat dengan taman kemarin, aku melihat jam tanganku dan kulihat waktunya masih jam 6.20.”
“Lalu?” Jun menyimak.
“Aku menyesal memilih jalan biasanya, aku berharap aku tadi memilih jalan yang membuat kita mungkin bisa berangkat bersama. Dan puff, aku berada di tengah jalan. Aku bingung setengah mati saat itu tadi, mungkin kau juga tau tadi. Dan setelah itu kau tau apa kelanjutannya.” Cici memamerkan senyum khas-nya.
“Aku juga hampir sama sih. Pagi seperti biasa, aku berangkat seperti biasa. Dan ketika di dekat jalan tadi, aku melihatmu tampak bingung di tengah jalan dan ada sebuah mobil yang akan menabrakmu. Aku berlari, mencoba menolongmu. Tapi aku sadar apa yang kulakukan akan tetap terlambat untuk menolongmu, dan aku berharap aku memiliki kekuatan teleportasi seperti yang selama ini aku inginkan, mungkin ini terdengar lucu bahwa aku menginginkan kekuatan super, dan apa yang terjadi selanjutnya kau juga tau. Aku tiba-tiba ada di sampingmu, lalu kita berdua ada di taman.”
“Menurutku tidak lucu. Aku yakin semua orang ingin memiliki sesuatu sepertimu, apalagi kita masih kelas 8 SMP. Kau tau, selama ini aku berharap bisa merubah pilihan-pilihan yang selama ini sudah aku ambil. Dan kejadian tadi pagi seperti sebuah jawaban, aku bahkan jadi tidak fokus saat pelajaran tadi.” Cengirnya semakin lebar, Jun hanya menyimak. Dan sesaat kemudian Jun teringat akan mimpinya.
“Apa kau mimpi aneh semalam?” Wajah Cici menunjukkan bahwa ia kaget akan pertanyaan Jun ini.
“Wish? Pertanyaan tentang kekuatan?” Tanya Cici.
“Sudah kuduga, dan kau menjawab bisa merubah pilihan-pilihan yang sudah kau ambil?”
“Tepat sekali.” Secepat datangnya wajah kaget Cici, secepat itu pula wajah kagetnya berubah kembali ke wajah riangnya.
“Dari semua ini, aku menyimpulkan bahwa kita sudah di beri kekuatan oleh Wish. Tapi ini hanya kesimpulan sementara melihat kurangnya data kita dan kau tau, ini seperti mimpi saja.” Jun menampakkan senyum simpulnya.
“Tapi tadi itu nyata Jun.” Cici cemberut.
“Aku tau Ci, untuk membuktikannya nanti sepulang sekolah kita ke taman kemarin saja. Dan mengingat kekuatanmu bisa membahayakanmu seperti kejadian tadi pagi, aku memintamu untuk tidak merubah pilihan-pilihanmu dulu sampai semua ini jelas.”
“Siap bos.” Ucak Cici dengan agak canggung, wajahnya memerah lagi.
Tiba-tiba saja, ada anak yang lari ke arah mereka. Ia berhenti, napasnya putus-putus. Setelah mengatur napasnya dan berdiri tegak, ia duduk di depan Jun dan Cici.
“Maaf mengganggu kalian, namaku Rendy, kalian bisa memanggilku Ren.”
“Apa kau mengenalnya, Cici?” Tanya Jun.
“Tidak, kita dengarkan saja dulu.” Cici tersenyum kepada Jun.
“Terima kasih. Baiklah, sejak tadi pagi sangat banyak suara yang masuk ke otakku. Pada awalnya kukira itu hanya imajinasiku, tapi sampai sekarang fenomena itu tidak hilang. Lalu sewaktu istirahat tadi aku ke taman ini, di sana.” Ia menunjuk bangku di pojok taman, yang sangat jauh dari bangku Jun dan Cici.
“Berharap mendapat ketenangan, sayangnya fenomena ini tetap saja terjadi. Lalu sepintas aku mendengar suara yang menceritakan bahwa paginya biasa. Aku penasaran dan aku fokuskan pada suara itu. Lalu suara itu bercerita tentang kejadian aneh di pagi ini. Dan ada suara lain yang sepertinya menanggapi suara itu. Hingga sampai percakapan tentang kekuatan, aku sadar bahwa bukan aku saja yang mengalami fenomena itu. Ditambah lagi tentang Wish, aku juga mimpi tentang Wish semalam. Lalu aku melihat sekeliling, pandanganku menangkap kalian berdua. Karena kupikir itu suara kalian berdua, aku berjalan ke sini. Ketika sudah semakin jelas, lalu aku berlari kesini. Karena tubuhku lumayan lemah, lari sebentar saja bisa membuatku kelelahan dan ngos-ngosan. Kalian, Jun dan Cici? Juga mengalami fenomena ini?” Tanya Ren menutup penjelasan panjangnya.
“Wah Ci ternyata tidak hanya kita. Kau benar, dan kalau kau memang sudah mendengar kami dari tadi, berarti kau sudah tahu apa fenomena yang kami alami. Atau yang dari tadi kami sebut kekuatan super.”
“Bolehkah aku sepulang sekolah ikut kalian berdua? Ngomong-ngomong aku juga kelas 8.” Kata Ren.
“Boleh saja, bagaimana menurutmu Ci?”
“Kalau Jun bilang boleh, aku tidak bisa melarangmu.”
“Syukurlah, untuk detail mimpiku dan apapun yang terjadi tadi akan kuceritakan nanti saja ya?”
“Boleh saja, lagipula bel masuk juga akan berbunyi sebentar lagi.”
“Baiklah, sampai jumpa Jun, Cici. Semoga kita bisa saling membantu.” Ren berdiri dan berjalan meninggalkan taman.
“Kita sepertinya juga harus segera kembali Ci.”
“Iya, sampai jumpa Jun.”
Pertemuan itu diakhiri dengan Jun membuang bungkus roti ke tempat sampah, dan mereka berdua berpisah di salah satu koridor. Meskipun kenyataan bahwa Jun memiliki teleportasi masih sangat samar, tapi ia sangat senang akan hal ini. Karena terlalu senangnya, ia lupa akan kemungkinan buruk yang mungkin saja bisa terjadi.
No comments:
Post a Comment